Guru Besar UNAIR Ungkap Manfaat Ketenangan Kalbu dalam Penyembuhan Penyakit

    Guru Besar UNAIR Ungkap Manfaat Ketenangan Kalbu dalam Penyembuhan Penyakit

    SURABAYA – Ketika seseorang sakit maka ia akan pergi ke dokter untuk berobat. Penyembuhan penyakit terbagi menjadi dua yaitu secara farmakologis menggunakan obat-obatan dan non farmakologis salah satunya adalah perubahan karakter. Guru Besar Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dr Abdurachman dr MKes PA(K) mengatakan bahwa kedua jenis penyembuhan ini memiliki peran penting dalam penyembuhan penyakit.

    “Secara hakikat setiap sesuatu itu diciptakan sepasang. Kalau tubuh manusia ada yang namanya fisik dan non fisik, ” katanya.

    Jika dalam segi fisik manusia mengalami gangguan seperti penyakit, maka non fisik dalam tubuh juga akan terganggu. “Non fisik yang dimaksud adalah karakter. Kalau sakit ya, harus kembali normal, baik fisik atau non fisiknya, ” tutur pengajar Departemen Anatomi, Histologi, dan Farmakologi FK UNAIR tersebut.

    Prof Abdurachman menambahkan bahwa kalbu merupakan salah satu bentuk dari non fisik. Jika karakter seseorang sudah dibangun dengan baik, maka ketenangan kalbu akan didapatkan. Ia mengatakan bahwa ada dua nilai yang melekat pada karakter seseorang, yaitu nilai positif dan negatif. Nilai positif seperti optimis, religius, tetap teguh, suka berbagi, suka menolong, dan lainnya.

    “Jika seseorang sakit, pengobatan yang dilakukan harus berjalan dua-duanya, baik secara fisik atau non fisik, ” terangnya, Rabu (11/4/2023). 

    Guru besar yang dikukuhkan pada 18 Desember 2019 tersebut menceritakan bahwa ada salah satu buku berjudul Love, Medicine, and Miracles yang ia baca. Buku tersebut menceritakan salah satunya sekumpulan penderita kanker payudara yang diberikan terapi karakter. Terapi karakter yang diberikan berupa kebiasaan menyapa warga sekitar, menyiram tanaman agar tidak layu, dan kebiasaan baik lainnya. Lalu setelah dibiasakan dan diteliti kembali, ternyata sel kanker yang sebelumnya ada menjadi tidak terdeteksi. “Buku ini hanya salah satu saja, masih banyak turunan buku lainnya yang menjadi pedoman saat ini, ” ujarnya.

    Setiap aksi akan selalu menghasilkan reaksi. Bila aksi yang dilakukan negatif, maka reaksi yang didapatkan akan negatif. Begitu sebaliknya. Jika aksi yang dilakukan positif, maka reaksi yang akan terjadi positif. Rasa optimis yang dimiliki seseorang akan berdampak pada penyembuhan penyakit seseorang.

    Rasa optimis dapat ditunjukkan dengan berbagai hal, seperti memberi rangsangan positif dari segala panca indera. “Kalau rangsangan lewat benda ya, dengan bentuk makanan. Kalau telinga lewat kata-kata positif, dan seterusnya. Karakter positif ini besar pengaruhnya terhadap penyembuhan, ” ungkapnya.

    Prof Abdurachman berharap bahwa ke depan pengobatan penyakit tidak hanya didasari oleh faktor fisik tapi non fisik juga harus diperhatikan. “Harapannya ya, kedua hal ini baik fisik atau non fisik sama-sama menjadi perhatian dalam penyembuhan penyakit, ” tutupnya. (*)

    surabaya
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    FISIP UINSA Lakukan Pendampingan Penyusunan...

    Artikel Berikutnya

    Buka Seminar Internasional LP Ma'arif, Rektor...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Permendikbudristek 44/2024: Dorong Profesionalisme dan Kesejahteraan Dosen
    Konsekuensi Hukum bagi Jurnalis yang Lakukan Framing, Fitnah, dan Informasi Menyesatkan dalam Publikasi Opini
    Akibat Hukum Jurnalis Berpihak: Ketika Etika dan Hukum Dilanggar demi Kepentingan
    Rekognisi Profesor Melalui Kolaborasi Internasional Universitas Mercu Buana - Universiti Tun Hussein Onn Malaysia
    Lembaga Advokasi Konsumen DKI Jakarta Somasi Apartemen Green Cleosa Ciledug

    Ikuti Kami